Selasa, 26 November 2013

Kesenian Kalimantan Tengah

"RANU MAREH" MELESTARIKAN BUDAYA TARIAN ADAT DAYAK"

Pernahkah anda mendengar kelompok Tarian Daerah Dayak Maanyan bernama "Ranu Mareh"?
Ketika anda pernah mendenger kelompok tarian ini maka sangat identik dengan seseorang yang bernama "Kutus".
Kutus adalah nama panggilan sehari-hari dari pendiri Kelompok Tarian Adat Dayak di Kabupaten Barito Selatan, sedangkan nama lengkap pendiri kelompok tari ini adalah Rustamadji
Sebelum kelompok tari "Ranu Mareh" ini berdiri, Rustamadji adalah salah satu penari tarian "Bawo" di Sanggar Tari "Manguntur" yang di pimpin oleh salah seorang wanita bernama Ina Gandrung.
Singkat kata, setelah lama mengasah keahliannya dalam menari tarian adat dayak ini, beliau pun melepaskan diri dari sanggar tari "Manguntur" dan mendirikan kelompok tari baru yang dikenal dengan sebutan "Ranu Mareh".
Dalam bahasa adat dayak maanyan, "Ranu Mareh" berarti "Air yang mengalir".
Keahlian beliau, ia turunkan kepada kedua anaknya dan beberapa pemuda remaja di daerahnya. Kepandaian beliau dalam menari juga dilengkapi dengan kepintaran dalam berbicara beberapa bahasa daerah dan dilakonkan dalam bentuk yang unik, lucu dan menarik.
Kepandaian beliau inilah yang menjadikan beliau dan kelompok tarinya dikenal luas di kalangan masyarakat daerahnya. Kelompok tari ini sering diminta dalam acara tari-tarian dalam suatu upacara adat pernikahan yang dikenal dengan sebutan "Iwurung Juwe".
Etnik khas dayak sangat ditonjolkan dalam tari-tarian yang diperagakan, sehingga mengundang kekaguman banyak orang-orang penting di daerahnya.
Berangkat dari itu, akhirnya ketika beberapa keluarga yang tinggal diluar daerah akan menikahkan anak-anak mereka, sering meminta Kelompok Tari "Ranu Mareh" ini untuk mengisi acara pemenuhan hukum adat pernikahan.

Beberapa tahun menggeluti dunia Tarian Daerah ini, akhirnya Pemerintah Daerah memberikan dukungan penuh untuk melestarikan dan memberdayakan Kelompok Tari ini. Melalui Dinas Informasi dan Pariwisata, Kelompok tari ini sekarang menjadi Sanggar Tari "Ranu Mareh".
Berkat dukungan penuh dari Pemerintah Daerahnya, kini Sanggar Tari "Ranu Mareh" telah dikenal di berbagai daerah di Indonesia dan bahkan Mancanegara.
RANU MAREH DALAM GAMBAR






Seni dan Budaya Aceh

Seni dan Budaya Aceh

Aceh merupakan kawasan yang sangat kaya dengan seni budaya galibnya wilayah Indonesia lainnya. Aceh mempunyai aneka seni budaya yang khas seperti tari-tarian, dan budaya lainnya seperti:

Senjata tradisional

Rencong adalah senjata tradisional Aceh, bentuknya menyerupai huruf L, dan bila dilihat lebih dekat bentuknya merupakan kaligrafi tulisan bismillah. Rencong termasuk dalam kategori dagger ataubelati (bukan pisau ataupun pedang).
Selain rencong, bangsa Aceh juga memiliki beberapa senjata khas lainnya, seperti siwah, geuliwang dan peudeueng.

Rumah Tradisional

Rumah tradisional Aceh di Museum Aceh
Rumah tradisonal suku Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe rumah panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi tengah) dan seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh dapu (rumah dapur).


Tarian

Provinsi Aceh yang memiliki setidaknya 10 suku bangsa, memiliki kekayaan tari-tarian yang sangat banyak dan juga sangat mengagumkan. Beberapa tarian yang terkenal di tingkat nasional dan bahkan dunia merupakan tarian yang berasal dari Aceh, seperti Tari Rateb Meuseukat dan Tari Saman.
Tarian Suku Aceh
Tarian Suku Gayo
Tarian Suku Lainnya


Kepercayaan dan Seni Budaya Orang Aceh

Sebelum masuknya agama Islam ke Aceh, maka kebudayaan daerah ini dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu dan Budha berabad-abad lama-nya, terutama di daerah-daerah pantai yang terletak di tepi lalu-lintas internasional, sedangkan di peda-laman pengaruh animisme dan dinamisme masih sangat kental. Sisa-sisa dari kepercayaan lama itu masih dapat kita lihat dalam kehidupan rakyat Aceh sampai sekarang, walaupun mereka telah berabad-abad memeluk agama Islam.
Pada masa kerajaan Poli dan Sriwijaya, agama Budha berkembang pesat di Aceh di samping agama Hindu. Peninggalan kedua agama tersebut yang berupa bangunan agama seperti candi dan lain-lain sebagaimana yang dapat kita lihat di Jawa agak sukar kita temukan. Hal ini mungkin disebabkan karena pernah terjadi revolusi kepercayaan akibat berkembangnya agama Islam, sehingga bangunan-bangunan yang berbau kepercayaan lama dihancurkan. Kejadian yang seperti ini pernah terjadi dikemudian hari, yakni pada zaman kerajaan Aceh Darussalam, di mana buku-buku yang berisi ajaranHamzah Fansuri dan pengikut-pengikutnya dimus-nahkan oleh lawannya yang berhasil mempengaruhi penguasa bahwa ajaran Hamzah Fansuri tersebut adalah ajaran sesat. Kitab-kitab Hamzah Fansuridan pengikutnya yang sekarang masih tersisa kebanyakan dapat dijumpai di luar Aceh, yaitu Malaysia dan Banten.
Beberapa peninggalan purbakala seperti benteng Indrapatra dan Indrapuri dan lain-lainnya memiliki indikasi sebagai peninggalan zaman Hindu dan Budha. Namun demikian, hal ini masih perlu penelitian kepurbakalaan secara lebih lanjut. Penemuan guci-guci berisi abu jenazah di Lamno Daya(Aceh Barat) serta cerita rakyat mengenai Pahlawan Syah vang terus hidup di negeri itu sebagai seorang penguasa Hindu yang gigih menentang orang-orang Islam sedikit banyaknya akan memberi keterangan baru kepada kita tentang pengaruh Hindu dan Budha di Aceh.
Kedatangan Islam di berbagai daerah di Indonesia tidaklah secara bersamaan. Demikian pula di kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang didatanginya memiliki situasi politik dan sosial budaya yang berlainan. Berdasarkan berita Cina pada zaman lasti Tang di abad VII dan VIII, diduga masyarakat lain telah ada baik di Kanfu (Kanton) maupun di perah Samudera sendiri. Van Leur mengatakan Lrv.a koloni-koloni pedagang Arab telah didirikan di Kanton sebelum abad IV. Pemukiman-pemukiman pedagang Arab itu sudah disebut-sebut lagi dalam berita Cina tahun 618 dan 626. Dalam tahun-tahun selanjutnya koloni-koloni pedagang Arab sudah memperkenalkan praktik-praktik ajaran Islam. Sudah barang tentu koloni-koloni orang-orang Islam yang ditemukan juga di sepanjang jalur perdagangan Asia Tenggara terutama negeri-negeri di sekitar Selat Malaka. Ada dugaan bahwa pada tahun 674 telah ada koloni orang-orang Islam di pantai barat Sumatera. Sekitar abad XI dan XII kondisi kerajaan Sriwijaya sebagai penguasa di daerah-daerah sekitar Selat Malaka semakin lemah dan peranannya sebagai negara Budha pun mulai surut pula. Kondisi politik dan sosial yang demikian sangat mempengaruhi peningkatan penyebaran agama Islam di daerah-daerah tersebut. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya kerajaan-kerajaan yangbercorak Islam di pantai utara Aceh. Sultan Johan Syah yang memerintah salah satu kerajaan di Aceh pada tahun 1205 - seperti yang sudah dijelaskan pada bagian yang lalu - adalah seorang raja yang beragama Islam. Kegiatan penyebaran agama Islam di sekitar lembah sungai Aceh agaknya sejak abad XII sudah sudah dilakukan, hal ini dibuktikan dengan adanya berita tentang seorang mubaligh Arab yang bernama Syekh Abdullah Arief yang meninggal pada tahun 506 H. (1112).

Sejarah Perkembangan Islam di daerah Aceh

Keterangan Marco Polo yang singgah di Perlak pada tahun 1292 menyatakan bahwa negeri itu sudah menganut agama Islam. Begitu juga Samudera-Pasai, berdasarkan makam yang diketemukan di bekas kerajaan tersebut dan berita sumber-sumber yang ada seperti yang sudah kita uraikan bahwa kerajaan ini sudah menjadi kerajaan Islam sekitar 1270.
Tentang sejarah perkembangan Islam di daerah Aceh pada zaman-zaman permulaan itu petunjuk yang ada selain yang telah kita sebutkan pada bagian-bagian yang lalu ada pada naskah-naskah yang berasal dari dalam negeri sendiri seperti Kitab Sejarah Melayu, Hikayat Raja-Raja Pasai. Menurut kedua kitab tersebut, seorang mubaligh yang bernama Syekh Ismail telah datang dari Mekkah sengaja menuju samudera untuk mengislamkan penduduk di sana. Sesudah menyebarkan agama Islam seperlunya, Svekh Ismail pun pulang kembali ke Mekkah. Perlu uga disebutkan di sini bahwa dalam kedua kitab ini disebutkan pula negeri-negeri lain di Aceh yang turut diislamkan, antara lain: Perlak, Lamuri, Barus dan lain-lain.
Berdasarkan keterangan kedua sumber itu dapatlah diperkirakan bahwa sebagian tempat-tempat di Aceh, terutama tempat-tempat di tepi pantai telah memeluk agama Islam. Berita-berita Cina ada juga yang menyebutkan bahwa raja dan seluruh rakyat negeri Aru yang di kemudian hari termasuk bagian dari Aceh adalah penganut-penganut agama Islam. I emikian pula Malaka yang pada awal abad XV terus menjadi ramai, akhirnya menjadi kerajaan Islam pula, bahkan setelah itu menjadi pusat syi'ar Islam ke seluruh Asia Tenggara dan melalui Malaka pula agama Islam kemudian masuk dan berkembang ke seluruh Indonesia sehingga pada awal abad ke-15 hampir di setiap tempat di kepulauan Indonesia sudah terbentuk masyarakat-masyarakat Islam. Islam yang masuk ke Aceh khususnya dan Indonesia umumnya pada mulanya mengikuti jalan-jalan dan kota-kota dagang di pantai, kemudian barulah menyebar ke pedalaman. Para pedagang dan mubaligh telah memegang peranan penting dalam penyebaran agama Islam.




Kesenian Daerah Minahasa

Kabasaran

 
Tarian tradisional Minahasa ini, sama seperti tarian dari Indonesia Timur lainnya. Kabasaran biasanya ditampilkan oleh 30 orang atau lebih. Pada zaman dahulu, tarian ini dilakukan sebelum berangkat perang.

Tari Kabasaran terdiri dari tiga bagian: Cakalele, Lumoyak, dan Lalaya’an. Sekarang, tarian perang ini dipertunjukan untuk menyambut tamu-tamu lokal, domestik, atau internasional, dan juga dalam acara-acara besar di Sulawesi Utara. Di Tomohon, ada kelompok penari Kabasaran bernama “Tumou Tou Lestari”.

Penari sedang melakukan pertunjukan dalam Festival Bunga Tomohon di Tomohon (gambar di atas). Lihat di bawah untuk informasi lebih lanjut mengenai Festival Bunga.

Lihat tarian Kabasaran:

Lenso


Sebuah tarian ciptaan baru yang menggambarkan orang-orang muda Minahasa, terutama dalam memilih belahan jiwa (pasangan) mereka untuk mendapatkan masa depan yang cerah.

Lihat tarian Lenso:

Maengket

Tari Maengket adalah salah satu kesenian tradisional Minahasa yang memadukan dua kesenian: menari dan menyanyi. Tarian ini biasanya ditampilkan oleh sekitar 20 sampai 30 orang.

Maengket terdiri dari tiga bagian. Setiap bagian mempertunjukan upacara tradisional Minahasa pada zaman dulu. Bagian pertama: Maowey Kamberu atau upacara panen. Bagian kedua: Marambak atau upacara rumah baru, dan bagian terakhir: Lalaya’an yang menjelaskan bagaimana para pemuda melamar para pemudi selama masa panen berlangsung.

Saksikan pertunjukan Maengket:
Tumetenden

Tarian Tumetenden adalah sebuah tarian tradisional lokal yang berdasar pada sebuah legenda dari Minahasa. Cerita tersebut berkisah tentang cinta antara seorang pria bernama Mamanua, dan Lumalundung, seorang peri yang turun dari dunia para dewa dengan 8 peri lainnya. Mereka sering pergi ke bumi untuk mandi di Tumetenden. Mamanua, yang tinggal tidak jauh dari tempat pemandian tersebut, mencuri baju Lumalundung agar dia tidak bisa kembali ke kayangan. Mereka pun akhirnya jatuh cinta dan menikah.

Saksikan pertunjukan Tumetenden:

Maramba


Hampir sama dengan Maengket, tari Maramba dipertunjukkan untuk merayakan sesuatu, seperti syukuran atas rumah baru. Biasanya orang “setengah mabuk” juga ikut berbaris bersama, menyanyikan lagu tradisional dan menari di sekitar rumah baru tersebut.

Tari Pisok

Tarian ini menceritakan tentang harmoni kehidupan orang Minahasa yang giat dan mempunyai semangat untuk saling bergotong-royong.

Saksikan pertunjukan Pisok:                            

Musik Tradisional

Kolintang


 
Kolintang adalah musik tradisional dari Sulawesi Utara yang dibuat dari kayu dan biasanya dimainkan oleh enam orang.

Alat musik ini adalah salah satu musik tradisional Minahasa yang paling umum dan terkenal. Anda mungkin akan lebih banyak mendengar atau melihat musik tradisional ini dibanding musik tradisional Sulawesi Utara lainnya.

Saksikan pertunjukkan Kolintang:
Musik Bambu


                                              
Festival tahunan biasanya diselenggarakan di sejumlah daerah di Minahasa untuk menjaga kesenian Musik Bambu ini tetap hidup. Alat-alat musik yang dimainkan adalah: suling, saksofon, klarinet, korno, bas, drum, dll. Biasanya alat-alat musik bambu ini dimainkan oleh sebuah kelompok yang terdiri dari 45 sampai 50 orang, yang mengenakan pakaian tradisional.

Di beberapa kelompok, beberapa orang dapat memainkan beberapa jenis alat musik yang berbeda. Sekarang ini, beberapa kelompok Musik Bambu juga memainkan lagu kontemporer dan pop.



Kebudayaan Jawa Tengah

                                                       RUMAH ADAT JAWA TENGAH
Rumah Joglo merupakan salah satu peninggalan nenek moyang kita yang terdahulu dimana  yang didirikan pada tahun 1835 ini merupakan saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Dimasa awal pendiriannya, Joglo disebut juga dengan  bangunan dengan Soko Guru dan atap 4 belah sisi, sebuah bubungan di tengahnya, rumah Joglo berasal dari daerah Propinsi Jawa Tengah dan fungsi yang lebih menonjol adalah sebagai tempat musyawarah masalah kenegaraan dan menyusun strategi dalam melawan Belanda. Pada saat clash II di Yogyakarta, menjadi markas besar tentara pelajar (TP) seluruh Jogjakarta di bawah pimpinan Kapten Martono (Menteri Transmigrasi masa pemerintahan presiden Soeharto).
Joglo Kelor merupakan joglo terbaik se-Kabupaten Sleman. Hal ini terlihat dari bagian-bagiannya yang lebih lengkap dan masih asli. Menurut pandangan metafisika, rumah joglo ini memiliki energi spiritual yang dapat dirasakan dalam radius ± 100 meter. Secara Resmi, Joglo Kelor menjadi obyek wisata pada bulan oktober 2002. Beberapa waktu lalu, sebuah Sepeda (yang dipakai oleh Kapten Martono) dan Lampu Gantung (yang digunakan untuk penerangan dalam rapat-rapat TP), di pindahkan dari Joglo ke Benteng Vredeburg.
Rumah Tua (Joglo) banyak ditemukan dalam kondisi kurang terawat, mungkin puluhan tahun sudah tak tersentuh pemeliharaan. Meskipun, beberapa masih dipakai sebagai tempat tinggal, namun sebagian lagi bertahun-tahun berupa rumah kosong. Hanya sedikit dari rumah joglo dalam kondisi terawat. Sebagian besar rumah joglo diperoleh dari daerah pesisir pantai Utara Jawa sekitar Demak – Kudus.
Rumah Joglo ini kebanyakan hanya dimiliki oleh mereka yang mampu. Hal ini disebabkan rumah bentuk joglo membutuhkan bahan bangunan yang lebih banyak dan mahal dari pada rumah bentuk yang lain. Masyarakat jawa pada masa lampau menganggap bahwa rumah joglo tidak boleh dimiliki oleh orang kebanyakan, tetapi rumah joglo hanya diperkenankan untuk rumah kaum bangsawan, istana raja, dan pangeran, serta orang yang terpandang atau dihormati oleh sesamanya saja. Dewasa ini rumah joglo digunakan oleh segenap lapisan masyarakat dan juga untuk berbagai fungsi lain, seperti gedung pertemuan dan kantor-kantor.
Arsitektur tradisional Jawa harus dilihat sebagai totalitas pernyataan hidup yang bertolak dari tata krama meletakkan diri, norma dan tata nilai manusia Jawa dengan segala kondisi alam lingkungannya. Arsitektur ini pada galibnya menampilkan karya “swadaya dalam kebersamaan” yang secara arif memanfaatkan setiap potensi dan sumber daya setempat serta menciptakan keselarasan yang harmonis antara “jagad cilik” (mikrokosmos) dan “jagad gedhe” (makrokosmos).
Pada dasarnya, rumah bentuk joglo berdenah bujur sangkar. Pada mulanya bentuk ini mempunyai empat pokok tiang di tengah yang di sebut saka guru, dan digunakan blandar bersusun yang di sebut tumpangsari. Blandar tumpangsari ini bersusun ke atas, makin ke atas makin melebar. Jadi awalnya hanya berupa bagian tengah dari rumah bentuk joglo zaman sekarang. Perkembangan selanjutnya, diberikan tambahan-tambahan pada bagian-bagian samping, sehingga tiang di tambah menurut kebutuhan. Selain itu bentuk denah juga mengalami perubahan menurut penambahannya. Perubahan-perubahan tadi ada yang hanya bersifat sekedar tambahan biasa, tetapi ada juga yang bersifat perubahan konstruksi.
Komentar: Rumah adat khas Jawa Tengah dikenal dengan nama rumah Joglo. Rumah ini biasanya membutuhkan lahan yang luas untuk pembangunannya. Sebagian besar, rumah model ini membutuhkan banyak kayu seperti kayu jati, sengon, dll.
OBJEK WISATA JAWA TENGAH
 Obyek Wisata Ketep Pass dikembangkan sebagai tempat tujuan wisata baru di jalur Solo-Selo-Borobudur (SSB) dengan ciri khas wisata kegunungapian. Obyek Wisata Ketep Pass kabupaten Magelang merupakan Obyek Wisata Alam Kegunungapian khususnya Gunung Merapi.Obyek Wisata Ketep Pass terletak pada ketingggian 1200 m dpl.Luas area sekitar 8000 m persegi,berjarak 17 km dari Blabak Magelang kearah timur,30 km dari Kota Magelang dan 35 km dari Boyolalai.
Dari kota Salatiga yang berjarak sekitar 32 km,dapat melalaui Kopeng dan Desa Kaponan dan 30 km dari Candi Borobudur.Lokasi Obyek mudah dijangkau baik dengan Bus Besar,Mini bus,Sedan atau sejenisnya maupun sepeda motor. Atas prakarsa Gubernur Jawa Tengah H.Mardiyanto,dipilih tanah berbukit ini untuk dikembangkan sebagai tempat tujuan wisata baru di jalur Solo-Selo-Borobudur (SSB) dengan ciri khas wisata kegunungapian.Obyek Wisata Ketep Pass diresmikan oleh Presiden RI Megawati Sukarno Putri pada 17 Oktober 2002.
GARDU PANDANG
Berupa 2 buah gazebo masing-masing dengan ukuran empat persegi panjang dan bangunan segi delapan dengan panjang panjang sisi lima meter.Tempat untuk melihat keindahan alam Gunung Merapi dan Gunung Merbabu.Serta hamparan lahan pertanian di kedua kaki Gunung tersebut.Sambil menikmati makanan dan minuman yang disediakan oleh pedagang disekitar Obyek.
KETEP VULKANO THEATRE
Sebuah gedung tempat pemutaran film dokumenter tentang aktivitas Gunung Merapi dengan kapasitas tempat duduk 78 kursi.Film ilmiah yang menceritakan tentang terjadinya,jalur-jalur pendakian,penelitian dipuncak Garuda serta letusan dahsyat Gunung Merapi,
KETEP VULKANO CENTRE
Sebuah gedung yang disebut museum dangan luas kurang lebih 550 m persegi.Sebuah museum vulcanologi yang didalamnya berdiri miniatur Gunung Merapi,Komputer interaktif yang berisi tentang dokomen kegunungapian,beberapa contoh batu-batuan bukti letusan dari tahun ke tahun.Poster puncak Garuda yang berukuran 3x3m,poster peringatan dini lahar Gunung Merapi
PELATARAN PANCA ARGA
Panca Arga mempunyai arti Lima Gunung,pada lokasi ini merupakan puncak tertinggi di Obyek Wisata Ketep Pass.Dari puncak tertinggi ini pengunjung dapat melihat Lima Gunung yaitu Gunung Merapi,Gunung Merbabu,Gunung Sindoro,Gunung Sumbing dan Gunung Slamet.
Selain kelima Gunung tersebut pengunjung masih dapat melihat dan menikmati Gunung-Gunung kecil dan Bukit-bukit yang sangat indah antara lain,Gunung Tidar,Gunung Andong,Gunung Pring,Bukit Menoreh,Bukit Telo Moyo dll.
 RESTAURANT KETEP PASS
Disini pengunjung dapat menikmati menu yang disajikan diRestaurant Ketep Pass sesuai selera.Bangunan di atas ketep vulcano teatre yang berdinding kaca ini,sangat cocok untuk pengunjung sambil menyantap hidangan yang tersedia juga menikmati indahnya panorama di kaki Gunung Merapi dan Gunung Merbabu.
                                                      MAKANAN KHAS JAWA TENGAH
 Gudeg (dalam bahasa Jawa gudheg) adalah makanan khas Yogyakartadan Jawa Tengah yang terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan dan dibumbui dengan kluwek. Butuh waktu berjam-jam untuk membuat hidangan ini. Warna coklat biasanya dihasilkan oleh daun jati yang dimasak bersamaan. Gudeg dimakan dengan nasi dan disajikan dengan kuah santan yang kental (areh), ayam, telur, tahu goreng dan sambal krecek.
Komentar: salah satu makanan khas jawa tengah adalah gudeg yang terdapat didaerah jogjakarta. Biasnya gudeg rasanya manis. Gudeg juga terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya gudeg basah dan gudeg kering. Biasanya gudeg dijual pada pagi atau malam hari. Di Yogyakarta gudeg dijadikan pilihan untuk menu sarapan pagi.

Tari Piring Dari Sumatera Barat

 
Tari Piring Sumatera Barat
Selain limpahan objek wisata alam, Sumatera Barat juga memiliki banyak corak seni yang akan membuat Anda terkesima. Salah satunya adalah seni tari daerah yang diberi nama Tari Piring. Beberapa tahun terakhir, pemerintah Sumatera Barat menobatkan Tari Piring menjadi salah satu aset untuk menarik perhatian wisatawan.
Tari Piring berasal dari Sumatera Barat, tepatnya di Solok. Pada awalnya, tari piring dilakukan oleh perempuan dan laki-laki untuk membawakan sesembahan kepada para dewa sebagai wujud rasa syukur atas masa panen yang memberikan hasil sangat memuaskan. Mereka menari dengan sangat lincah sembari memegang piring-piring di telapak tangannya. Terdapat tiga jenis variasi gerakan dalam seni Tari Piring, yaitu tupai bagaluik (tupai bergelut), bagalombang (bergelombang), dan aka malilik (akal melilit).
Namun, seiring masuknya agama Islam maka tarian ini mengalami pergeseran sehingga tidak lagi untuk menyembah dewa melainkan untuk ditampilkan dalam acara hajatan ataupun juga acara pernikahan. Para penari pun beralih dari yang awalnya campuran, kini hanya dilakukan oleh perempuan-perempuan yang berdandan cantik. Barangkali Anda tidak akan percaya tanpa melihat secara langsung para penari bergerak cepat, atraktif, penuh semangat dan sangat indah dengan piring-piring yang sama sekali tidak bergoyang apalagi terjatuh. Tarian ini diawali dengan para penari yang mulai bergerak sesuai koreografi tarian dengan meletakkan piring di masing-masing tangannya tanpa terlepas atau bergeser sedikitpun.
Suasana semakin semarak dengan alat musik yang digunakan untuk mengiringi rentak tarian, yaitu talempong dan saluang. Kostum penari biasanya berwarna cerah sehingga mendukung kemeriahan acara. Anda juga akan mendengar irama khas yang dihasilkan dari suara dentingan antara piring yang dipegang dengan cincin yang memang sengaja dikenakan di jari penari. Kemudian, bersiaplah untuk menahan napas sejenak di bagian pertengahan pertunjukkan, sebab akan ada atraksi lempar piring. Ya, piring-piring yang dipegang oleh para penari sengaja dilemparkan sangat tinggi ke udara kemudian pecahannya diinjak dengan gerakan tari yang terus dilanjutkan. Hal ini menggambarkan perasaan gembira atas hasil panen yang melimpah. Ajaibnya, tidak akan akan satu luka pun di kaki para penari sekalipun mereka menginjaknya dengan kaki telanjang. Secara umum, penari dalam tarian tradisional ini berjumlah ganjil, antara tiga, lima, atau tujuh penari.
Tari Piring sangat terkenal keistimewaannya ke seluruh penjuru dunia. Tarian ini sudah pernah dipentaskan di luar Sumatera Barat, yakni di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Pekanbaru, dan lainnya. Lebih membanggakannya lagi, Tari Piring juga turut dipentaskan dalam rangka tour festival kebudayaan Nusantara. Tidak hanya di dalam negeri, Tari Piring juga telah merambah ke dunia internasional dan pernah dipentaskan dalam festival budaya Nusantara di Malaysia, Singapura, Serbia, serta beberapa negara di Eropa.
Apabila Anda ingin menampilkan Tari Piring dalam acara atau hajatan yang Anda selenggarakan, Anda dapat menyewa grup tarian ini sehingga para penari hadir di kota Anda dan menyuguhkan tarian tradisional Sumatera Barat secara langsung untuk tamu undangan Anda. Tentunya, akan membuat seluruh yang menonton menjadi terkagum-kagum atas keunikan koreografi yang dimiliki serta kelincahan gerakan para penari dengan piring-piring di tangannya.

Seni dan Budaya Papua

Adat Seni dan Budaya Papua

Seni dan Budaya

Seni dan budaya papua_ Papua dulu bernama Irian Jaya pulau paling timur wilayah negara Indonesia. Sebagai pulau yang juga terkenal akan kekayaan hasil buminya, masyarakat pulau Papua pun juga memiliki kekayaan dalam ragam seni dan budaya.

* Apa saja ragam seni dan budaya yang ada di Papua

Mari kita bersama-sama menengok ragam adat seni dan budaya yang ada di pulau paling timur Indonesia ini !

Sebagai salah satu seni kebudayaan yang ada di Papua maka tidak ada salahnya kita bisa menyebutnya seni kebudayaan kita juga, walaupun tidak semua para Sahabat Awan yang membaca artikel ini berasal dari pulau Papua. Entah itu dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali, Sulawesi, atau pulau-pulau lain yang secara pribadi Awan tidak bisa menyebutnya satu persatu.

Dengan alasan apa kita bisa menyebut seni budaya Papua juga merupakan ragam seni dan budaya kita juga ? Jawabannya hanya ada satu, bahwa Papua adalah merupakan salah satu wilayah yang berada dibawah naungan NKRI, dengan falsafah Bhineka Tunggal Ika.

Jadi tidak salah jika kita menyebut ragam seni dan budaya Papua sama saja dengan kita menyebut kekayaan ragam seni dan budaya Indonesia, yang perlu kita jaga dan lestarikan keberadaanya.

yang akan kita ambil sebagai contoh dari kekayaan ragam seni dan budaya Papua adalah : 

1. Alat musik tradisional Tifa.

Awanzo Blogs

Tifa merupakan salah satu alat musik pukul yang bentuknya hampir mirip dengan gendang. Alat musik Tifa terbuat dari kayu yang mana pada bagian tengah kayu tersebut dibuat lubang besar yang dibersihkan/dikosngkan. Lalu kemudian ujung salah satu kayu tersebut ditutup dengan mengunakan kulit rusa yang telah dikeringkan terlebih dahulu, dimaksudkan agar alat musik Tifa ini bisa menghasilkan suara yang indah dan bagus.

Alat musik Tifa sering dimainkan sebagai instrumen musik tradisional atau untuk mengiring berbagai tarian tradisional seperti: tarian perang, tarian tradisional Asmat, dan tarian Gatsi.

Selain dari Papua alat musik ini juga berasal dari maluku, jadi antara Papua dan Maluku mempunyai alat musik yang sama. Tapi tidak apa yang penting semuanya adalah kekayaan seni yang ada di nusantara Indonesia ini.

2. Tarian tradisional Papua.

Awanzo Blogs

Sebagai daerah yang kaya akan ragam seni budaya, Papua memiliki beberapa tarian tradisonal yang menjadi ciri khas masyarakat Papua biasa menyebutnya dengan sebutan Yosim Pancar ( Y0SPAN), dalam tari ini terdapap beberapa bentuk gerak tarian diantaranya tari Pacul Tiga, tari Seka, tari Sajojo, tari Balada serta tari Cendrawasih. Tarian tradisional Papua ini sering di mainkan dalam berbagai kesempatan seperti untuk penyambutan tamu terhormat, penyambutan para turis asing yang datang ke Papua serta dimainkan adalah dalam upacara adat.
 3. Pakaian Adat Tradisional Papua.

Awanzo Blogs

Pakaian adat Papua untuk pria dan wanita hampir sama bentuknya. Pakaian adat tersebuta memakai hiasan-hiasan seperti hiasan kepala berupa burung cendrawasih, gelang, kalung, dan ikat pinggang dari manik-manik, serta rumbai-rumbai pada pergelangan kaki.

4. Rumah Adat Papua.

Awanzo Blogs Nama rumah asli Papua adalah Honai yaitu rumah khas asli Papua yang dihuni oleh Suku Dani. Bahan untuk membuat rumah Honai dari kayu dengan dan atapnya berbentuk kerucut yang terbuat dari jerami atau ilalang. Rumah tradisional Honai mempunyai pintu yang kecil dan tidak berjendela. Umumnya rumah Honai terdiri dari 2 lantai yang terdiri dari lantai pertama untuk tempat tidur sedangkan lantai kedua digunakan sebagai tempat untuk bersantai, makan, serta untuk mengerjakan kerajinan tangan